Thursday, December 6, 2007

TEKNOLOGI DAN PEMANFAATAN LINGKUNGAN LAUT
BAGI NELAYAN BAGANG RAMBO
DI SULAWESI SELATAN*

Oleh :
Hamka Naping**

Latar Belakang

Sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia memiliki luas wilayah laut dan Zona Ekonomi Eksklusif berturut-turut 3,1 dan 2,7 juta km, dikarunia sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat beragam dengan jumlah besar. Kondisi ekologis wilayah laut Indonesia merupakan wilayah yang penuh daya tarik dan menantang dari sudut pengkajian berbagai ilmu pengetahuan. Ekosistem laut Indonesia mengandung sejumlah fenomena yang menarik untuk dikaji dari berbagai dimensi dan sudut pandang, baik dimensi fisik ekologis, maupun dimensi yang berkaitan dengan masalah sosiobudaya, termasuk didalamnya penggunaan teknologi dalam pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan laut.
Sumberdaya potensil bagi ekosistem laut Indonesia, baik sumberdaya yang dapat pulih (renewble resources), seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya pantai (tambak) dan marikultur, mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan rumput laut pada umumnya belum dimanfaatkan secara optimal. Demikian pula dengan sumberdaya yang tidak dapat pulih (urenewble resources), seperti minyak dan gas bumi, dan mineral lainnya serta jasa-jasa lingkungan (environmental service), yang meliputi energi, kawasan rekreasi dan pariwisata, masih banyak yang belum terjamah dan dimanfaatkan secara optimal (Dahuri, 1999 : 2). Belum termanfaatkannya secara optimal dari segenap potensi sumberdaya laut tersebut terkait erat dengan masalah perkembangan teknologi yang dikuasai, baik oleh pemerintah maupun masyarakat maritim sendiri.
Pemanfaatan lingkungan alam laut sesungguhnya merupakan serangkaian upaya yang dilakukan oleh individu maupun kelompok masyarakat dengan mendayagunakan sejumlah potensi yang terkandung di dalam lingkungan laut tersebut untuk memenuhi sejumlah kebutuhan manusia. Dalam upaya pemanfaatan lingkungan laut itu, teknologi sebagai wujud dan fungsi kebudayaan memegang peranan yang sangat penting. Bahkan Steward (1955) dalam (Manner, 1999) mengklasifikasikan sifat hubungan antara kelompok manusia yang secara spesifik berbeda dengan kelompok masyarakat lain disebabkan oleh pola pemanfaatan teknologi, disamping perbedaan sistem ekonomi dan sistem kepercayaan (religion) yang dianut.
Masyarakat nelayan di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, melalui proses evolusi dan perkembangan teknologi yang berlangsung dalam kurun waktu yang sangat panjang, secara akumulatif menciptakan suatu bentuk teknologi penangkapan yang memiliki kapasitas dan kemampuan, baik dilihat dari volume fisik maupun daya tangkapnya, yang oleh nelayan lokal dikenal dengan nama bagang rambo.
Tulisan ini berusaha mengungkap bagaimana pola pemanfaatan teknologi dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan laut bagi masyarakat nelayan di Sulawesi Selatan dan nelayan Barru khususnya.

Sekilas Tentang Bagang Rambo

Bagang Rambo adalah suatu jenis bagang yang merupakan modifikasi dari sejumlah jenis bagang yang sudah ada sebelumnya dengan ciri yang menonjol adalah memanfaatkan kapal yang lebih besar sebagai rakit atau badan bagang, dan menggunakan pencahayaan dari lampu listrik menggantikan lampu petromaks yang digunakan pada jenis bagang sebelumnya. Jenis bagang ini memiliki sejumlah perbedaan, baik tipe maupun kapasitas daya tangkapnya, dengan jenis bagang lainnya. kata ?rambo? bermakna besar dan unggul sebagai bentuk dan makna asosiatif dari bagang yang dimaksud.
Jenis bagang ini dapat beroperasi secara terus menerus tanpa harus tergantung pada peredaran bulan karena walau bulan purnama bagang rambo juga dapat beroperasi karena pencahayaannya dapat mengatasi cahaya bulan sehingga tetap dapat memikat kawanan ikan. Dalam rangka penangkapan, bagang rambo dioperasikan oleh paling sedikit 12 orang yang terdiri atas punggawa laut dan para sawinya, yang dibantu oleh sejumlah orang yang bertugas di kapal.
Untuk membuat sebuah bagang rambo, seorang nelayan, biasanya mereka yang berstatus sebagai punggawa harus mengeluarkan modal kurang lebih tiga ratus juta rupiah. Dengan biaya sebesar itu, nelayan membentuk kelompok-kelompok kerjasama sebagai mitra mengembangkan usaha bagang rambo, atau menjalin hubungan dengan lembaga keuangan formal seperti bank. Dengan demikian, bagang rambo memberi bobot baru dalam dimensi budaya nelayan, karena sistem pengorganisasian diri dan kemampuan mengembangkan mitra usaha semakin berkembang.
Keunikan lain yang menonjol dari satu unit bagang rambo adalah karena ia dilengkap dengan fasilitas komunikasi yang cukup canggih seperti HT, telepon seluler, televisi, dan radio. Dengan sejumlah fasilitas seperti itu, komunikasi antara nelayan dengan puggawa di darat, dan antara bagang rambo yang satu dengan bagang rambo yang lain dapat berlangsung setiap saat.

Bagang Rambo, Kondisi Ekologis dan Sosiobudaya Masyarakat

Teknologi bagang rambo bagi masyarakat nelayan di Kabupaten Barru, tidak dapat dipandang hanya sebagai sebuah fenomena teknologis yang berdiri sendiri, melainkan fenomena tersebut harus dipandang dalam konteks yang lebih luas dengan melihat keterkaitannya dengan fenomena lain sebagai suatu kesatuan sistem yang terintegrasi secara utuh. Fenomena penerapan teknologi bagang rambo oleh masyarakat nelayan dalam pemanfaatan lingkungan laut adalah suatu fenomena yang tidak terlepas kaitannya dengan fenomena sosial budaya, bahkan dapat dikatakan bahwa peristiwa perkembangan teknologi penangkapan, mulai dari tingkat yang paling sederhana sampai pada taraf yang kompleks seperti saat ini. Masyarakat nelayan di Barru membangun dan mengembangkan teknologi bagang rambo sesungguhnya merupakan wujud kemampuan adaptip yang dimiliki dalam berinteraksi dengan lingkungan alamnya, dan itu semua merupakan hasil dari proses akumulatif yang melewati waktu panjang hingga mencapai wujudnya seperti sekarang ini.
Demikian pula penerapan teknologi bagang rambo bagi pemanfaatan lingkungan memiliki hubungan timbal balik (feedback), baik dalam konteks ekologis maupun pada tataran sosial budaya. Penerapan teknologi bagang rambo, dalam posisi relatif berkonsekuensi terhadap peningkatan kondisi sosial ekonomi yang dapat dilihat dari meningkatnya secara rata-rata pendapatan perkapita masyarakat nelayan, khususnya bagi mereka yang terlibat dalam pemanfaatan bagang rambo. Konsekuensi ekologis dari penerapan teknologi bagang rambo adalah semakin rendahnya kualitas lingkungan laut, dan terekploitasinya lingkungan laut secara besar-besaran yang menyebabkan populasi ikan semakin berkurang.
Secara umum dalam rangka pemanfaatan sistem teknologi, kenyataan aktual menunjukkan bahwa masyarakat maritim dalam menggunakan teknologi untuk pemanfaatan sumberdaya laut, selain mencatat sejumlah keberhasilan (seperti dalam bentuk peningkatan pendapatan rata-rata penduduk, dan penyerapan tenaga kerja potensial dalam bidang kenelayanan) yang arahnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Namun pada sisi lain juga berkosekuensi terhadap berbagai fenomena sosial budaya seperti terjadinya ketegangan-ketegangan sosial yang dapat menjadi cikap bakal bagi terciptanya transformasi sosial budaya bagi masyarakat nelayan (Mamar, 1989, Naping, 1991).
Secara teoritis dapat dikemukakan bahwa pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pemanfaatan lingkungan alam tersebut, memiliki makna yang sangat strategis karena dengan itu, masyarakat nelayan memenuhi kebutuhan ekonominya, di samping kebutuhan sosial, budaya dan biologis lainnya.
Hal tersebut memang sesuai dengan prinsip alamai yang dimiliki oleh manusia, yakni di samping rangsangan dan dorongan untuk memanfaatkan lingkungan alam sebesar-besarnya guna memenuhi sejumlah kebutuhan, baik kebutuhan dasar (biologis) maupun kebutuhan psikologis dan kebutuhan sosial.
Akan tetapi, lebih dari itu, disamping memanfaatkan lingkungan alam laut untuk memenuhi sejumlah kebutuhannya, masyarakat nelayan bagang rambo di Barru juga memiliki seperangkat tatanan (norma dan nilai) yang mengarahkan mereka untuk tetap menjadi bagian dari lingkungan yang lestari. Fenomena empirik yang dapat dijadikan acuan atas pembenaran dari fakta ini adalah dilakukannya sejumlah kegiatan ritual yang bermakna mewujudkan hubungan harmonis antara mereka dengan lingkungannya. Juga telah disepakatinya sejumlah nilai yang menganggap perbuatan negatif dan pemberian sanksi sosial segala hal yang merupakan tindakan destruktif bagi tindakan yang merusak lingkungan seperti penggunaan bom dan sejenisnya untuk kegiatan penangkapan. Dengan demikian, nelayan bagang rambo yang memainkan posisi sebagai antroposentris bagi lingkungan telah memainkan peran ganda, yakni di smaping sebagai pegnambil manfaat dari lingkungan, juga telah memposisikan diri sebagai pemelihara lingkungan, sehingga tercipta keserasian yang harmonis antara lingkungan di satu pihak dengan masyarakat nelayan itu sendiri? pada pihak lain.
Dalam rangka memanfaatkan lingkungan laut, masyarakat nelayan bagang rambo mengembangkan seperangkat kebudayaan dalam bentuk idea, gagasan, aktivitas atau tindakan, serta teknologi yang berupa materi dan cara-cara atau strategi tertentu sebagai wujud dari penerapan ilmu pengetahuan yang mereka miliki (Abu Hamid, 1996). Elaborasi konsep teknologi dalam konteks ini mengacu pada pemahaman operasional bahwa teknologi, khususnya teknologi penangkapan seperti bagang rambo dan teknologi transfortasi laut harus dipahami dengan penekanan pada bagaimana anggota masyarakat memberi tanggapan dan harapan serta bagaimana mekanisme pemanfaatannya (Abu Hamid, 1986 : 8).
Secara empirik, kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat nelayan bagang rambo adalah bagian dari kelompok masyarakat yang memanfaatkan lingkungan alam laut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sejak beberapa dasawarsa yang lalu hingga saat ini mengalami dinamikanya sendiri sebagai suatu proses menuju terciptanya sebuah perubahan, baik perubahan yang bersifat microsopic maupun perubahan yang bersifat macrosopic. Perubahan yang bersifat microsopic ditandai oleh adanya perubahan pada unsur-unsur yang detail dalam kehidupan masyarakat, dan hanya dapat dideteksi melalui pengamatan yang cermat, sedangkan perubahan yang bersifat macrosopic adalah perubahan dalam skala besar yang tampak jelas walaupun hanya dengan pengamatan selintas. Perubahan yang terjadi merupakan akibat dari adanya dorongan internal, berupa daya kreatifitas dan inovasi dari warga masyarakat, maupun karena pengaruh eksternal (dari luar masyarakat yang bersangkutan) dalam bentuk hasil serapan dan adopsi dari luar masyarakatnya. Diasumsikan bahwa sumber-sumber (penyebab) terjadinya perubahan sosial budaya nelayan bagang rambo yang terjadi hingga saat ini adalah karena pengaruh perangkat-perangkat teknologi bagang rambo yang mereka gunakan (Naping 2003:4).
Keberadaan perangkat teknologi bagang rambo dan inovasi-inovasi baru yang menyertainya diduga memberi fungsi tertentu bagi proses pergeseran pranata-pranata sosial budaya. Pergeseran mana adalah merupakan wujud responsif adaptof dan mekanisme penyesuaian dari perangkat teknologi baru. Dengan demikian fungsi teknologi bagang rambo dapat dipahami sebagai media terwujudnya transformasi dan perubahan sosial budaya.


Teknologi Bagang dan Perubahan Sosial Budaya Masyarakat

Dalam konteks pembahasan teknologi sebagai stimulan terjadinya perkembangan masyarakat nelayan bagang rambo harus dipahami dan memiliki makna sebagai fungsi bagi terwujudnya struktur sosial dan budaya dalam eksistensi masyarakat nelayan bagang rambo di Kabupaten Barru. Teknologi bagang rambo dapat dijadikan sebagai suatu pusat orientasi dan titik penting untuk memenuhi bagaimana berlangsungnya proses dan mekanisme perkembangan yang terjadi pada masyarakat tersebut. Pemahaman tentang teknologi bagang rambo yang digunakan mengantar kita untuk memenuhi kondisi obyektif masyarakat nelayan di Kabupaten Barru itu sendiri,. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bersumbu pada teknologi bagang rambo kita dapat menemukan benang merah yang merambat pada semua dimensi rambatan benang merah itu membawa kita pada pemahaman holistik tentang dunia kenelayanan dengan segala dimensinya.
Pada sisi yang lain, teknologi dan inovasi dalam rangka pemanfaatan lingkungan alam laut berfungsi untuk mewujudkan orientasi dan tujuan sistem dari struktur masyarakat yang ada. Jika tujuan dari sistem masyarakat adalah terwujudnya kesinambungan eksistensi, maka teknologi memainkan peran-peran strategis menuju terciptanya tujuan tersebut melalui fungsi yang disumbangkan terhadap aktivitas hidup anggota masyarakat. Mengacu pada asumsi teoritis seperti itu, dapat dikemukakan bahwa teknologi sebagai sebuah inovasi maupun sebagai sebuah proses difusi dan akulturasi menjadi bagian yang terintegrasi dengan komponen lain dalam suatu struktur yang berfungsi. (Naping, 2003:5)
Munculnya struktur baru dalam masyarakat nelayan terutama yang disebabkan karena masuknya teknologi bagang rambo melalui dua saluran yakni berupa hasil inovasi kreatif warga masyarakat yang memiliki tingkat kecerdasan tertentu, dan hasil serapan dan adopsi dari luar. Teknologi bagang rambo merupakan produk kreatif, dan hasil adopsi yang tersosialisasi dan teradaptasi secara sukses bagi anggota masyarakat, sehingga ia menjadi sebuah produk budaya.
Mengungkap fenomena penerapan teknologi yang dihubungkan dengan transformasi sosial budaya nelayan sebagai bagian dari totalitas masyarakat pedesaan, sesungguhnya terkandung tujuan dan manfaat yaitu dapat mengantar kita memperoleh pengertian yang mendalam tentang nelayan dengan segala eksistensinya. Penerapan berbagai macam teknologi dalam konteks pemanfaatan lingkungan termasuk aktifitas kenelayanan, telah terjadi pergeseran unsur-unsur sosial dalam bentuk perubahan pranata sosial ekonomi, organisasi dan kelompok-kelompok sosial, pola-pola hubungan sosial, peranan dan status sosial. Terjadinya transformasi sosial ekonomi pada masyarakat nelayan tidak terlepas dari berbagai macam kebijakan pemerintah sebagai upaya untuk mengentaskan nelayan dari keadaan miskin. Skeitar tahun 1970-an misalnya, berdasar pada keinginan pemerintah meningkatkan derajat hidup masyarakat nelayan, ditetapkan kebijakan mengintrodusir penangkapan seperti perahu yang dilengkapi dengan mesin (out board engine).
Pandangan teoritis yang menjadi pegangan tulisan ini adalah bahwa dalam upaya memahami teknologi bagang rambo sebagai suatu unsur budaya dalam sistem masyarakat nelayan, bahwa teknologi bagang rambo adalah merupakan sebuah unsur dari sistem yang diyakini memainkan fungsi tertentu. fungsi tersebut antra lain mewujudkan stabilitas dinamis dari eksistensi masyarakat nelayan sebagai akibat dari meningkatnya produktivitas merupakan.
Fungsi teknologi bagang rambo bagi struktur masyarakat nelayan adalah memantapkan struktur baru sebagai akibat dari transformasi struktur lama, di mana stuktur lama yang tidak fungsional lagi digantikan kedudukannya oleh komponen struktur yang lebih sesuai dengan strategi pencapaian tujuan sistem, yang dimantapkan oleh pola-pola nilai yang adaptif. Struktur baru yang mewarnai kehidupan masyarakat nelayan terutama dalam hubungannya dengan penguasaan dan pemanfaatan teknologi bagang rambo, mereka yang menguasai, memanfaatkan, dan memiliki teknologi baru dengan segala perangkatnya menduduki posisi-posisi baru dalam struktur masyarakat, dan mereka ini tentu saja memainkan peranan-peranan sosial tertentu sesuai dengan tuntutan statusnya yang baru.
Pola-pola hubungan yang tercipta dalam masyarakat nelayan pada saat masih menggunakan teknologi sederhana masih bersifat pola hubungan patron-clien, dimana pola seperti itu menjadi suatu pola hubungan yang tidak fungsional lagi pada saat mereka telah menggunakan teknologi bagang rambo, akibatnya pola hubungan? itu harus disesuaikan dengan pola hubungan lain yang lebih bersifat organik, hal ini disebabkan oleh karena pemanfaatan tenaga kerja manusia yang dominan sebelum masuknya teknologi bagang rambo dengan segala perangkatnya digantikan oleh unsur-unsur teknologi baru, sehingga secara langsung atau tidak langsung pola hubungan lama harus bersesuai dan digantikan dengan pola hubungan antara status yang lebih bersesuai dan adaptif.
Kecenderungan meningkatnya tingkat kesejahteraan bagi nelayan sebagai konsekuensi dari penerapan teknologi bagang rambo merupakan fenomena sosial kontemporer yang sesungguhnya muncul dari fungsi teknologi tersebut. Demikian pula dapat diasumsikan bahwa pola-pola hubungan antar perorangan mengalami pergeseran mengikuti struktur baru, dimana pola hubungan yang didasari oleh prinsip ekonomi yang saling menguntungkan muncul secara fungsional menggantikan kedudukan pola-pola hubungan yang berdasar atas sistem dan pola kebersamaan yang didasari oleh semangat gotong royong dan kekerabatan. Struktur dan pola hubungan seperti itu memainkan fungsi tertentu dalam rangka memberi jawaban terhadap tuntutan masyarakat yang mengalami proses dinamika, sehingga benar apa yang dikatakan oleh Brown (1952) bahwa jika ada salah satu unsur dari sistem bergeser maka unsur dari sistem lainnya harus menyesuaikan diri dalam rnagka mencapai tujuan dan menciptakan kelanggengan struktur sistem yang bersangkutan.
Mengacu pada penjelasan seperti telah dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa setiap komponen dalam suatu struktur sistem memainkan fungsinya sendiri-sendiri dan secara bersama-sama bertanggung jawab? terhadap pencapaian tujuan dan berlangsungnya secara kontinyu struktur sistem yang bersangkutan. Oleh karena itu masing-masing unsur sistem memiluk tanggung jawab secara bersama, maka apabila terjdai dinamika pada unsur sistem maka unsur sistem yang lain harus bersesuai membentuk sinergi secara fungsional.
Komunitas nelayan bagang rambo sesuai dengan perkembangan kebudayaan yang dimiliki, menerima inovasi-inovasi baru dalam bidang perikanan, baik yang berupa hasil cipta tokoh masyarakat yang kreatif (indegenous knowledge), maupun hasil adopsi dari luar, baik dalam bentuk perangkat lunak maupun perangkat kerasnya, membawa konsekuensi pada terjadinya stabilitas dinamis masyarakat nelayan. Perubahan struktur masyarakat nelayan adalah merupakan hasil transformasi budaya yang ada pada gilirannya menyebabkan terjadinya transformasi sosial ekonomi. (Abu Hamid, 1986)
Pergeseran pranata sosial ekonomi sebagai konsekuensi dari permintaan dan penerapan teknologi bagang rambo berimplikasi pada terjadinya pergeseran pada seluruh segmen pranata dalam totalitas kehidupan masyarakat nelayan. Pergeseran itu secara empirik dapat diamati kekerabatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian, sistem politik, sistem perlengkapan hidup, dan mungkin pada sistem kesenian dan bahasa, yang merupakan komponen penting dalam sebuah kebudayaan (Koentjaraningrat, 1992).
Terjadinya pergeseran dinamis seperti itu menampakkan sosok komunitas nelayan pada saat ini bertransformasi dalam bentuk dan struktur barum yang apabila diamati dalam jaringan yang luas ia akan memainkan peranan dan fungsi-fungsi baru dalam eskalasi sistem yang lebih luas.
Sebuah pernyataan kunci yang patut dikemukakan adalah bahwa terjadinya transformasi sosial ekonomi pada masyarakat nelayan adalah merupakan fungsi teknologi dalam bidang kenelayanan yang diserap oleh mereka berdasarkan kemampuan dan wawasan-wawasan budaya yang dimiliki. Dengan terserapnya teknologi baru dalam bidang perikanan dan transportasi, memperkaya sistem struktur masyarakat sehingga dinamika internal struktur mengalami penyesuaian yang menyebabkan pula terjadinya pola struktur baru dalam masyarakat nelayan.

Catatan Penutup

Fenomena hidup dan kehidupan masyarakat maritim/nelayan tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan sistem teknologi yang memiliki fungsi strategis dalam pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan lautnya. Oleh karenanya pemahaman tentang masyarakat maritim yang baik harus selalu mengkaitkannya dengan eksistensi teknologi yang dimiliki. Hal ini disebabkan oleh karena seperti apa dikemukakan oleh Steward (1952) dengan konsep inti budaya (culture core) yang merambat dan mewarnai dimensi lain dalam kehidupan manusia. Teknologi dapat menjadi jendela bagi kita untuk menelusuri lebih dalam tentang seluk beluk masyarakat, termasuk di dalamnya masyarakat maritim.


Kepustakaan
Abu Hamid
1986

Studi Sosio Antropologi Ekonomi Tentang : Peningkatan Kehidupan Nelayan dan Sektor Kemaritiman di Sulawesi Selatan. Hasil Penelitian Bappeda Tk I ? Universitas Hasanuddin. Tidak diterbitkan.
Abu Hamid
1998

Kebudayaan di Abad Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) Suatu Penelusuran Awal. Materi Pengajaran dan Kertas Kerja ISBD, Makassar, Tim Pengajar ISBD Unhas.
Abu Hamid
1987

Passompe Bagi Orang Bugis di Sulawesi Selatan. Worhshop Trade. Society and Belief in South Sulawesi and Its Maritime Woerld. Nederland.
Brown, Redclife
1952

Structure and Function In Primitive Society. LC. And West.
Kaplan, David & Albert A. Manners
1999
Teori Budaya. Terjemahan; The Theory of Culture. Bandung Simatupang, Yogyakarta: Pustaka Press.
Koentjaraningrat
2002

Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, Cetakan ke duapuluh.
Malinowski, B.
1922

Agronouts of The Wester Pasific. London; Routledge.
Mamar, Sulaeman
1986

Pengelolaan Sumberdaya Laut Pada Masyarakat Nelayan Kaili di Teluk Palu Sulawesi Tengah; Suatu Kajian Etnoekologi. Thesis, Jakarta : Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Naping, Hamka
1991

Pengetahuan Kelautan Masyarakat Nelayan : Suatu Studi Etnoekologi di Kelurahan Lappa Sulawesi Selatan. Thesis S2. Jakarta : Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Naping, Hamka
2003

Teknologi dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Lingkungan Masyarakat Maritim di Sulawesi Selatan. Makalah, yang disampaikan pada Seminar Budaya Maritim yang dilaksanakan oleh Balai Jaranitra. Makassar, 27-9-2003.

Makassar, 15 Oktober 2003
Terima kasih
TEKNOLOGI DAN PEMANFAATAN LINGKUNGAN LAUT
BAGI NELAYAN BAGANG ?RAMBO?
DI SULAWESI SELATAN

Abstrak

Teknologi sebagai fungsi kebudayaan memfasilitasi manusia untuk mampu dan lebih mudah mengelolah dan memanfaatkan lingkungan alamnya guna memenuhi sejumlah kebutuhannya. Dengan kapasitas budaya dalam bentuk kemampuan kognitif dan kreatif, manusia menciptakan dan mengembangkan teknologi sebagai salah satu wujud nyata dari kebudayaannya.
Sistem teknologi penangkapan bagang rambo dari masyarakat nelayan membawa konsekuensi bagi terwujudnya kondisi sosial budaya dan ekologis. Pada sisi sosial muncul dan berkembang suatu pola hubungan dan organisasi kerja, bentuk dan pola interaksi yang sesuai dengan tuntutan sistem kerja teknologi, sedangkan dari sisi budaya, berkembangnya wawasan dan sistem pengetahuan seiring dengan semakin kompleksnya masalah yang muncul yang memerlukan pengananan yang sesuai, dan pada sisi ekologi berupa terjadinya pola pemanfaatan lingkungan yang semakin intensif yang menyebabkan lingkungan alam mengalami penurunan kualitas.
Sistem teknologi bagang rambo menggiring masyarakat nelayan pada posisi yang bertransformasi dengan mengubah tatanan lama menjadi suatu bentuk struktur baru yang lebih kompleks. Dengan demikian sistem teknologi bagang rambo adalah merupakan fungsi bagi terjadinya perubahan dalam masyarakat nelayan.


Makassar, 15 Oktober 2003

Tema : Konsep, kebijakan dan strategi kebudayaan Indonesia
Sub tema : Perubahan dan pemberdayaan
Topik : Budaya maritim



TEKNOLOGI DAN PEMANFAATAN LINGKUNGAN LAUT
BAGI NELAYAN BAGANG ?RAMBO?
DI SULAWESI SELATAN





Oleh :
Hamka Naping






KONGRES KEBUDAYAAN V
Bukit Tinggi, Sumatera Barat Tanggal 20-23 Oktober 2003



* Disampaikan pada Kongres Kebudayaan V di Bukittinggi, Sumatera Barat, Tanggal 20-23 Oktober 2003.
** Staf Pengajar Pada Jurusan Antropologi Fisip Unhas.

No comments: